Tanggal 8 Maret 2017 waktu eropa yang lalu atau tanggal 9
Maret 2017 dinihari waktu Indonesia para penggemar bola menyaksikan sebuah
peristiwa dramatis dan kisah comeback terbaik
dalam sejarah Liga Champion Eropa (UCL). FC Barcelona yang pada leg (pertemuan) pertama dengan Paris
Saint Germain (PSG) dihajar dengan empat gol tanpa balas (4-0) ternyata mampu
membalikkan prediksi sebagian besar orang yang menyatakan bahwa mereka pasti
gagal dan tersingkir. Mencetak minimal empat gol balasan tanpa boleh kebobolan
adalah tugas yang mahasulit. Dalam sejarah kompetisi ini pun tim yang pada
pertemuan pertama kemasukan empat gol tanpa balas dapat dipastikan tersingkir. Data
statistik menunjukkan bahwa tim yang tertinggal empat gol tanpa balas selalu
gagal melaju, dengan kata lain peluang keberhasilan FC Barcelona adalah 0%. Akan
tetapi semua mata terbelalak, setiap penggemar bola tahu bahwa pada akhirnya
justru FC Barcelona yang muncul sebagai pemenang dengan menumbangkan PSG dengan
skor luar biasa, 6-1.
Sebelum pertandingan berjalan, banyak yang pesimis bahwa FC
Barcelona akan membuat suatu keajaiban dengan kisah comeback luar biasanya. Mungkin banyak yang yakin bahwa mereka akan
mampu mengalahkan PSG, meskipun skornya tipis. Tetapi untuk lolos ke babak
selanjutnya? Sangat-sangat banyak yang meragukannya. Banyak yang mengatakan
bahwa menyingkirkan PSG dengan mencetak gol lebih dari empat adalah
kemustahilan atau hanya harapan kosong semata. Meskipun demikian, ternyata
tidak sedikit yang menaruh harapan bahwa FC Barcelona dapat menciptakan sebuah
kisah luar biasa. Harapan besar dari suporter dan seluruh anggota tim ini
tergambarkan dalam dua kalimat singkat yang menjadi tagline FC Barcelona menjelang pertandingan, WE BELIEVE! Sebuah
isyarat keyakinan dari segenap elemen tim mulai dari suporter, manajemen klub,
hingga ke seluruh pemain terangkum dalam dua kata singkat namun memiliki kekuatan
luar biasa.
Terbukti memang keyakinan itu terjawab tuntas dengan kisah
keberhasilan tim FC Barcelona menciptakan comeback
terbaik dalam sejarah UCL. Jika kita perhatikan, mengapa tagline penyemangat yang dipakai bukan
REVANS, COMEBACK, atau kalimat-kalimat lainnya? Mengapa WE BELIEVE yang
dipakai? Karena kekuatan keyakinan memiliki “daya ledak” yang jauh lebih
dahsyat daripada yang lain. Kekuatan untuk percaya akan memicu rasa percaya
diri yang lebih besar dan lebih baik.
Kisah perjalanan hidup setiap orang tidak akan pernah bisa
dilepaskan dari beragam masalah, ujian, cobaan, dan kesulitan-kesulitan hidup.
Tekanan yang diberikan oleh beberapa hal tadi akan menjadikan diri kita jatuh
dan terpuruk apabila tidak mampu menyikapinya secara tepat. Perbedaan dari
orang-orang yang memberi penyikapan secara tepat dengan yang tidak terletak
pada kemampuan mereka untuk percaya dan meyakini bahwa mereka mampu untuk
melaluinya atau tidak. Hanya keyakinan yang mereka miliki sajalah pembedanya.
Kekuatan yakin akan memberikan energi pendorong yang kuat kedalam diri kita untuk
menerjang setiap hambatan yang menghalangi.
Keyakinan diperlukan tidak hanya untuk mengatasi
hambatan-hambatan hidup, tetapi juga untuk mengejar dan merealisasikan visi di
masa depan. Hanya sekedar memiliki target dan impian tanpa dilandasi dengan
adanya keyakinan untuk mewujudkannya maka hal itu tidak berarti. Ibarat kita
memiliki niat untuk pergi keluar kota dengan mengendarai sepeda motor sedangkan
bensinnya dibiarkan kosong tidak diisi, apakah sepeda motor itu bisa melaju
untuk kita kendarai? Tentu tidak. Keyakinan yang kita miliki adalah bahan bakar
yang menggerakkan diri kita menuju titik koordinat keberhasilan.
Coba kita perhatikan orang-orang sukses di sekeliling kita,
atau para tokoh-tokoh sukses di dalam dan luar negeri, pernahkan kita mendengar
kisahnya bahwa mereka melangkah dengan keraguan untuk mengejar sukses? Mereka
senantiasa meliputi langkahnya dengan keyakinan. Lantas keyakinan seperti apa
yang dimaksud agar kita mampu menghadapi segala kesulitan dan mewujudkan visi
misi hidup? Dalam kajian khusus tentang yakin, ada tiga tingkatan tentang yakin
itu sendiri. Ilmul yaqin, ‘ainul yaqin, dan
haqqul yaqin. Keyakinan yang hadir
atas dasar pengetahuan yang kita miliki hanya sebatas melahirkan keyakinan
berdasar logika saja. Secara hitungan matematis atau teoritis bisa atau tidak
maka itulah yang akhirnya diyakini. Inilah tingkatan paling dasar dari lahirnya
suatu keyakinan. Inilah ilmul yaqin.
Keyakinan dengan semata berdasarkan logika rentan mengalami
kegoyahan. Apabila disampaikan beberapa fakta-fakta masa lalu yang menjurus
hal-hal yang bertolak belakang dengan harapan maka tentu hal itu akan
menghilangkan pijar keyakinan di dalam diri seseorang. Kisah FC Barcelona yang
berhasil menciptakan “keajaiban” barangkali tidak pernah terjadi jika setiap
orang mengacu pada data statistik masa lalu yang secara gamblang menjelaskan
bahwa tim yang tertinggal empat gol tanpa balas pada pertandingan pertama akan
gagal lolos. Kenyataannya? Hal ini menunjukkan bahwa ‘ilmul yaqin masih belum cukup untuk menjadi landasan penguatan
keyakinan di dalam diri seseorang.
Bagaimana dengan ‘ainul
yaqin? Kemantapan suatu keyakinan akan semakin kuat apabila seseorang melihat
pembuktian melalui mata kepalanya sendiri perihal suatu keadaan yang diketahui
dari keyakinan secara pengetahuan (ilmul
yaqin). Mereka mungkin sudah memiliki keyakinan berdasar informasi dari
orang-orang sekitar atau literatur yang telah dibacanya sebelum dirinya
membuktikan sendiri segala hal yang dimaksud. Seperti misalnya seorang ilmuwan
yang memperoleh pemahaman bahwa warna pelangi itu ada tujuh berikut variasi
warnanya. Saat ia melihat sendiri pemandangan dilangit setelah hujan dimana
matahari juga menunjukkan sinarnya, maka ia lebih yakin bahwa pelangi memang
memiliki wujud sebagaimana yang sudah dikatakan oleh banyak orang. Seseorang yang
telah begitu banyak membaca kisah-kisah sukses pengusaha akan memiliki keyakinan
lebih kuat untuk menjalani bisnis tatkala ia melihat langsung salah satu sanak
saudaranya yang memiliki kisah kesuksesan serupa.
Tim-tim lain yang mengalami kondisi sebagaimana FC Barcelona,
yaitu tertinggal dalam leg pertama
pertandingan tentunya akan memiliki keyakinan yang lebih kuat bahwa mereka
mampu melakukan hal serupa setelah melihat perjuangan tak kenal lelah yang
sudah ditunjukkan oleh tim FC Barcelona tatkala mengalahkan PSG. Inilah ‘ainul yaqin.
Sebagian kisah-kisah luar biasa terjadi dengan adanya ‘ainul yaqin di dalam diri seseorang atau
kelompok. Hanya saja dua tingkat yakin (‘ilmul
yaqin dan ‘ainul yaqin) masih
menyisakan “celah” di dalam hati. Karena untuk hal-hal yang samasekali tidak
terbayangkan dan belum memiliki gambaran apapun cenderung menurunkan tingkat
keyakinan di dalam diri. “Apakah aku bisa melakukan ini sedangkan sebelumnya tidak
ada yang bisa?” Mungkin seperti itulah pertanyaan yang timbul di dalam benak
kita. Haqqul yaqin adalah tingkat
yakin yang paling tinggi dan tidak menyisakan celah keraguan di dalam hati. Keyakinan
yang sebenar-benarnya lahir hanya karena adanya rasa percaya dan menggantungkan
sepenuhnya pada yang Haq, pada Robbul ‘Alamin. Tuhan Semesta Alam.
Mengapa haqqul yaqin diperlukan?
Bagaimana agar kita memiliki tingkat keyakinan ini?
Dinamika dalam hidup tidak ada yang bisa menebak. Begitu
banyak probabilitas yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Ibarat roda yang
berputar, kehidupan seseorang pun mengalami hal serupa. Tidak ada yang menjamin
bahwa mereka yang hari kaya akan tetap kaya di hari esok. Begitu juga yang hari
ini miskin tidak ada jaminan bahwa ia akan selamanya miskin. Karena pada
prinsipnya di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semuanya mungkin terjadi.
Kita bisa saja berpegangan pada suatu teori atau konsep-konsep umum terkait
kehidupan, akan tetapi apakah hal itu akan menjamin segalanya akan berjalan
sebagaimana yang kita harapkan? Kita tidak bisa kaku dalam menyikapi hidup
sebagaimana hunian rumah yang dibangun kokoh tegak diatas tanah. Coba kita
belajar dari bagaimana bangunan-bangunan di negara Jepang dibangun dengan
konsep kokoh dan tidak memiliki fleksibilitas apapun terhadap pergerakan tanah,
sehingga ketika gempa terjadi akhirnya rumah-rumah banyak yang rusak. Padahal Jepang
memiliki intensitas terjadinya gempa yang cukup sering. Bayangkan apa yang
terjadi selanjutnya jika konsep bangunan rumah fleksibel yang meredam getaran
gempa tidak dibuat? Tentu akan semakin banyak rumah yang hancur di Jepang saat
ini. Begitu juga seharusnya kita menyikapi hidup kita. Kita semestinya bersikap
layaknya rumah fleksibel yang dapat meredam setiap dinamika alam yang mungkin
terjadi. Mungkin kita memiliki kendali penuh terhadap dunia tempat kita hidup,
tetapi kita memiliki kendali penuh atas diri kita sendiri. Kita harus memiliki
peredam yang bisa memitigasi segenap dinamika hidup.
Peredam yang saya maksud inilah yang disebut sebagai haqqul yaqin. Sebuah keyakinan utuh
bahwa semua yang terjadi pada diri kita akan memiliki nilai positif dan hikmah
yang luar biasa. Boleh jadi suatu keraguan tiba-tiba hinggap ke dalam benak
kita, tetapi selama kita “meredam” keraguan itu dengan berserah penuh kepada
Allah SWT niscaya keraguan itu akan pudar dan kemudian lenyap. Haqqul yaqin mendasarkan segala sesuatu
pada kuasa Allah SWT. Kun Fayakun. Jika
Allah SWT berkata, “Jadilah!”, maka “Terjadilah.” Jika kita memiliki harapan
akan sesuatu sedangkan secara logika sepertinya sulit, dan secara historis
tidak memungkinkan, maka cukup berserahlah kepada-Nya saja. Apa sih yang tidak mungkin bagi-Nya? Kata
siapa orang miskin tidak bisa membeli rumah megah? Kata siapa anak tukang becak
tidak bisa menjadi sarjana? Kata siapa anak muda tidak bisa sukses? Letakkan
keyakinan penuh kehadirat ilahi Robbi.
Milikilah keyakinan utuh bahwa segalanya hanya milik Allah SWT, dan cukup Dia
sajalah bergantung segala sesuatu. Just YAKIN
saja kepada-Nya!