Sunday, March 12, 2017

Just Yakin

Tanggal 8 Maret 2017 waktu eropa yang lalu atau tanggal 9 Maret 2017 dinihari waktu Indonesia para penggemar bola menyaksikan sebuah peristiwa dramatis dan kisah comeback terbaik dalam sejarah Liga Champion Eropa (UCL). FC Barcelona yang pada leg (pertemuan) pertama dengan Paris Saint Germain (PSG) dihajar dengan empat gol tanpa balas (4-0) ternyata mampu membalikkan prediksi sebagian besar orang yang menyatakan bahwa mereka pasti gagal dan tersingkir. Mencetak minimal empat gol balasan tanpa boleh kebobolan adalah tugas yang mahasulit. Dalam sejarah kompetisi ini pun tim yang pada pertemuan pertama kemasukan empat gol tanpa balas dapat dipastikan tersingkir. Data statistik menunjukkan bahwa tim yang tertinggal empat gol tanpa balas selalu gagal melaju, dengan kata lain peluang keberhasilan FC Barcelona adalah 0%. Akan tetapi semua mata terbelalak, setiap penggemar bola tahu bahwa pada akhirnya justru FC Barcelona yang muncul sebagai pemenang dengan menumbangkan PSG dengan skor luar biasa, 6-1.
Sebelum pertandingan berjalan, banyak yang pesimis bahwa FC Barcelona akan membuat suatu keajaiban dengan kisah comeback luar biasanya. Mungkin banyak yang yakin bahwa mereka akan mampu mengalahkan PSG, meskipun skornya tipis. Tetapi untuk lolos ke babak selanjutnya? Sangat-sangat banyak yang meragukannya. Banyak yang mengatakan bahwa menyingkirkan PSG dengan mencetak gol lebih dari empat adalah kemustahilan atau hanya harapan kosong semata. Meskipun demikian, ternyata tidak sedikit yang menaruh harapan bahwa FC Barcelona dapat menciptakan sebuah kisah luar biasa. Harapan besar dari suporter dan seluruh anggota tim ini tergambarkan dalam dua kalimat singkat yang menjadi tagline FC Barcelona menjelang pertandingan, WE BELIEVE! Sebuah isyarat keyakinan dari segenap elemen tim mulai dari suporter, manajemen klub, hingga ke seluruh pemain terangkum dalam dua kata singkat namun memiliki kekuatan luar biasa.
Terbukti memang keyakinan itu terjawab tuntas dengan kisah keberhasilan tim FC Barcelona menciptakan comeback terbaik dalam sejarah UCL. Jika kita perhatikan, mengapa tagline penyemangat yang dipakai bukan REVANS, COMEBACK, atau kalimat-kalimat lainnya? Mengapa WE BELIEVE yang dipakai? Karena kekuatan keyakinan memiliki “daya ledak” yang jauh lebih dahsyat daripada yang lain. Kekuatan untuk percaya akan memicu rasa percaya diri yang lebih besar dan lebih baik.
Kisah perjalanan hidup setiap orang tidak akan pernah bisa dilepaskan dari beragam masalah, ujian, cobaan, dan kesulitan-kesulitan hidup. Tekanan yang diberikan oleh beberapa hal tadi akan menjadikan diri kita jatuh dan terpuruk apabila tidak mampu menyikapinya secara tepat. Perbedaan dari orang-orang yang memberi penyikapan secara tepat dengan yang tidak terletak pada kemampuan mereka untuk percaya dan meyakini bahwa mereka mampu untuk melaluinya atau tidak. Hanya keyakinan yang mereka miliki sajalah pembedanya. Kekuatan yakin akan memberikan energi pendorong yang kuat kedalam diri kita untuk menerjang setiap hambatan yang menghalangi.
Keyakinan diperlukan tidak hanya untuk mengatasi hambatan-hambatan hidup, tetapi juga untuk mengejar dan merealisasikan visi di masa depan. Hanya sekedar memiliki target dan impian tanpa dilandasi dengan adanya keyakinan untuk mewujudkannya maka hal itu tidak berarti. Ibarat kita memiliki niat untuk pergi keluar kota dengan mengendarai sepeda motor sedangkan bensinnya dibiarkan kosong tidak diisi, apakah sepeda motor itu bisa melaju untuk kita kendarai? Tentu tidak. Keyakinan yang kita miliki adalah bahan bakar yang menggerakkan diri kita menuju titik koordinat keberhasilan.
Coba kita perhatikan orang-orang sukses di sekeliling kita, atau para tokoh-tokoh sukses di dalam dan luar negeri, pernahkan kita mendengar kisahnya bahwa mereka melangkah dengan keraguan untuk mengejar sukses? Mereka senantiasa meliputi langkahnya dengan keyakinan. Lantas keyakinan seperti apa yang dimaksud agar kita mampu menghadapi segala kesulitan dan mewujudkan visi misi hidup? Dalam kajian khusus tentang yakin, ada tiga tingkatan tentang yakin itu sendiri. Ilmul yaqin, ‘ainul yaqin, dan haqqul yaqin. Keyakinan yang hadir atas dasar pengetahuan yang kita miliki hanya sebatas melahirkan keyakinan berdasar logika saja. Secara hitungan matematis atau teoritis bisa atau tidak maka itulah yang akhirnya diyakini. Inilah tingkatan paling dasar dari lahirnya suatu keyakinan. Inilah ilmul yaqin.
Keyakinan dengan semata berdasarkan logika rentan mengalami kegoyahan. Apabila disampaikan beberapa fakta-fakta masa lalu yang menjurus hal-hal yang bertolak belakang dengan harapan maka tentu hal itu akan menghilangkan pijar keyakinan di dalam diri seseorang. Kisah FC Barcelona yang berhasil menciptakan “keajaiban” barangkali tidak pernah terjadi jika setiap orang mengacu pada data statistik masa lalu yang secara gamblang menjelaskan bahwa tim yang tertinggal empat gol tanpa balas pada pertandingan pertama akan gagal lolos. Kenyataannya? Hal ini menunjukkan bahwa ‘ilmul yaqin masih belum cukup untuk menjadi landasan penguatan keyakinan di dalam diri seseorang.
Bagaimana dengan ‘ainul yaqin? Kemantapan suatu keyakinan akan semakin kuat apabila seseorang melihat pembuktian melalui mata kepalanya sendiri perihal suatu keadaan yang diketahui dari keyakinan secara pengetahuan (ilmul yaqin). Mereka mungkin sudah memiliki keyakinan berdasar informasi dari orang-orang sekitar atau literatur yang telah dibacanya sebelum dirinya membuktikan sendiri segala hal yang dimaksud. Seperti misalnya seorang ilmuwan yang memperoleh pemahaman bahwa warna pelangi itu ada tujuh berikut variasi warnanya. Saat ia melihat sendiri pemandangan dilangit setelah hujan dimana matahari juga menunjukkan sinarnya, maka ia lebih yakin bahwa pelangi memang memiliki wujud sebagaimana yang sudah dikatakan oleh banyak orang. Seseorang yang telah begitu banyak membaca kisah-kisah sukses pengusaha akan memiliki keyakinan lebih kuat untuk menjalani bisnis tatkala ia melihat langsung salah satu sanak saudaranya yang memiliki kisah kesuksesan serupa.
Tim-tim lain yang mengalami kondisi sebagaimana FC Barcelona, yaitu tertinggal dalam leg pertama pertandingan tentunya akan memiliki keyakinan yang lebih kuat bahwa mereka mampu melakukan hal serupa setelah melihat perjuangan tak kenal lelah yang sudah ditunjukkan oleh tim FC Barcelona tatkala mengalahkan PSG. Inilah ‘ainul yaqin.
Sebagian kisah-kisah luar biasa terjadi dengan adanya ‘ainul yaqin di dalam diri seseorang atau kelompok. Hanya saja dua tingkat yakin (‘ilmul yaqin dan ‘ainul yaqin) masih menyisakan “celah” di dalam hati. Karena untuk hal-hal yang samasekali tidak terbayangkan dan belum memiliki gambaran apapun cenderung menurunkan tingkat keyakinan di dalam diri. “Apakah aku bisa melakukan ini sedangkan sebelumnya tidak ada yang bisa?” Mungkin seperti itulah pertanyaan yang timbul di dalam benak kita. Haqqul yaqin adalah tingkat yakin yang paling tinggi dan tidak menyisakan celah keraguan di dalam hati. Keyakinan yang sebenar-benarnya lahir hanya karena adanya rasa percaya dan menggantungkan sepenuhnya pada yang Haq, pada Robbul ‘Alamin. Tuhan Semesta Alam.
Mengapa haqqul yaqin diperlukan? Bagaimana agar kita memiliki tingkat keyakinan ini?
Dinamika dalam hidup tidak ada yang bisa menebak. Begitu banyak probabilitas yang terjadi dalam kehidupan seseorang. Ibarat roda yang berputar, kehidupan seseorang pun mengalami hal serupa. Tidak ada yang menjamin bahwa mereka yang hari kaya akan tetap kaya di hari esok. Begitu juga yang hari ini miskin tidak ada jaminan bahwa ia akan selamanya miskin. Karena pada prinsipnya di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semuanya mungkin terjadi. Kita bisa saja berpegangan pada suatu teori atau konsep-konsep umum terkait kehidupan, akan tetapi apakah hal itu akan menjamin segalanya akan berjalan sebagaimana yang kita harapkan? Kita tidak bisa kaku dalam menyikapi hidup sebagaimana hunian rumah yang dibangun kokoh tegak diatas tanah. Coba kita belajar dari bagaimana bangunan-bangunan di negara Jepang dibangun dengan konsep kokoh dan tidak memiliki fleksibilitas apapun terhadap pergerakan tanah, sehingga ketika gempa terjadi akhirnya rumah-rumah banyak yang rusak. Padahal Jepang memiliki intensitas terjadinya gempa yang cukup sering. Bayangkan apa yang terjadi selanjutnya jika konsep bangunan rumah fleksibel yang meredam getaran gempa tidak dibuat? Tentu akan semakin banyak rumah yang hancur di Jepang saat ini. Begitu juga seharusnya kita menyikapi hidup kita. Kita semestinya bersikap layaknya rumah fleksibel yang dapat meredam setiap dinamika alam yang mungkin terjadi. Mungkin kita memiliki kendali penuh terhadap dunia tempat kita hidup, tetapi kita memiliki kendali penuh atas diri kita sendiri. Kita harus memiliki peredam yang bisa memitigasi segenap dinamika hidup.

Peredam yang saya maksud inilah yang disebut sebagai haqqul yaqin. Sebuah keyakinan utuh bahwa semua yang terjadi pada diri kita akan memiliki nilai positif dan hikmah yang luar biasa. Boleh jadi suatu keraguan tiba-tiba hinggap ke dalam benak kita, tetapi selama kita “meredam” keraguan itu dengan berserah penuh kepada Allah SWT niscaya keraguan itu akan pudar dan kemudian lenyap. Haqqul yaqin mendasarkan segala sesuatu pada kuasa Allah SWT. Kun Fayakun. Jika Allah SWT berkata, “Jadilah!”, maka “Terjadilah.” Jika kita memiliki harapan akan sesuatu sedangkan secara logika sepertinya sulit, dan secara historis tidak memungkinkan, maka cukup berserahlah kepada-Nya saja. Apa sih yang tidak mungkin bagi-Nya? Kata siapa orang miskin tidak bisa membeli rumah megah? Kata siapa anak tukang becak tidak bisa menjadi sarjana? Kata siapa anak muda tidak bisa sukses? Letakkan keyakinan penuh kehadirat ilahi Robbi. Milikilah keyakinan utuh bahwa segalanya hanya milik Allah SWT, dan cukup Dia sajalah bergantung segala sesuatu. Just YAKIN saja kepada-Nya!
Posted By : AGIL SEPTIYAN HABIB

No comments:

Post a Comment